Pages

Thursday, January 12, 2012

"Halo, siapa namamu?" - Flash Fiction


“Halo, siapa namamu?”

Di sebuah TK, pagi menjelang siang.
Kelasku ramai dan gaduh sekali hari ini. Inilah murid-murid di “kelas kecil”. Ada yang berlarian berkeliling kelas, sibuk melipat kertas warna-warni untuk prakarya hari ini, merengek pada ibu guru ingin pulang atau bahkan yang tak melakukan apapun saking bingung mengamati kericuhan ini. Aku, salah satunya. Saking asyiknya melamun, aku tak sadar ibu guru datang dan menegurku untuk segera mulai membuat prakarya. Aku hanya memandang tak antusias, sambil menggerutu “Kenapa sih, ada hari ibu segala!”. Hari ini 22 Desember.

Di kantin salah satu SMA Negeri. 22 Desember. 12 tahun kemudian.
Aku yakin teman-teman pun banyak yang cuek dengan perayaan hari ini. Remaja memang saat-saat dimana kami sudah menganggap diri kami dewasa, tak perlu lagi terlalu sering menghabiskan waktu dengan orang tua dan lebih memilih teman, meski masih bergantung hidup dengan mereka. Tapi, aku tetap iri saat beberapa sahabat mengajakku belanja sepulang sekolah. Untuk kado ibu mereka, katanya. Pun diam-diam mereka sesungguhnya perhatian dengan hari ini. Aku terpaksa menatap mereka memilih barang belanjaan dengan wajah cemberut.

Di Lab praktikum di suatu kampus. Lagi-lagi 22 Desember. Namun, empat tahun kemudian.
Jadwal kuliah kami bisa dibilang sama sekali tak longgar. Pergantian antar kelas hanya diberikan sedikit waktu. Seharian penuh, belum lagi ditambah tugas dan laporan praktikum membukit yang harus dikerjakan segera di luar jam kuliah. Kukira hari ini tak akan ada yang ingat dengan hari ibu. Aman. Ternyata pun kelegaanku tak bertahan lama. Saat kelas berlangsung, mahasiswa-mahasiswa baru dengan tampang polos itu menginterupsi pelajaran dan menyerbu masuk sambil membawa mawar plastik. “Selamat hari ibu, bu!” riuh rendah suara mereka mengucapkan itu kepada dosen kami yang kemudian menerimanya dengan wajah berseri.
Entahlah, aku selalu berusaha tak ingin mengingat atau turut merayakan hari ibu selayaknya orang lain kebanyakan. Aku tak terlalu suka tanggal 22 Desember. Bukan karena aku sudah tak punya ibu. Sama sekali tidak. Ibuku masih ada bersamaku. Kami hanya tidak dapat terlalu sering bertemu. Mungkin itu yang membuatku dan ibu tak terlalu dekat. Sebulan sekali aku berkunjung ke rumah sakit ini. Kujenguk ibu. Dan kuputuskan untuk membawakan mawar plastik untukknya bulan depan. Aku sadar, dia tetaplah ibuku, meski setiap bertemu denganku ia hanya selalu dapat mengucap kalimat yang sama
“Halo, siapa namamu?”     sembari sesekali tertawa kecil atau menangis, bahkan berteriak histeris. Jika sudah begitu, dokter akan kembali memberikan obat penenang dan menyuruhku pulang.

3 comments:

  1. Ceritanya bagus ^^
    Apalagi endingnya.
    Hihi, salam kenal.
    Berkunjung ke blogku juga ya kalo luang :)

    ReplyDelete
  2. Manic depresif, gitu?

    ReplyDelete
  3. @ Rachma : makasih!:) aku suka ff Kacamata mu!:))

    @mbak Wahyu : ya.. bisa dibilang gitu.. :D

    ReplyDelete