Pages

Monday, May 13, 2019

Membangun Kebiasaan Membaca Senang dengan Extensive Reading

Membaca untuk kesenangan? Kemungkinan nyaris semua pembaca buku sudah melakukannya. Namun bagaimana dengan Extensive Reading? Mungkin belum banyak yang mengenalnya.

3 Mei 2019, Extensive Reading Foundation (eroundation.org) dan Indonesian Extensive Reading Association (iera-extensivereading.id), organisasi non profit yang bergiat untuk mempromosikan literasi ini menghelat sebuah workshop di perpustakaan UNAIR Surabaya. Acara ini merupakan salah satu rangkaian perjalanan roadshow mereka di Indonesia. Sesi American Corner UNAIR diisi oleh Thomas Robb dan Marc Helgesen yang merupakan petinggi dari Extensive Reading Foundation, serta Christina Lhaksmita dan Francisca Maria Ivone yang mewakili Indonesian Extensive Reading Association.




Serba kebetulan, seorang teman baik yang telah hadir di roadshow ER Foundation di Jakarta menyarankan saya untuk bergabung di workshop Surabaya. Dan, terbukti, banyak yang bisa dipelajari dari workshop ini. Seluruh yang saya sampaikan di bawah adalah rangkuman yang saya tangkap dari materi-materi milik seluruh pembicara pada saat itu, plus dengan penambahan dan pengurangan yang saya sesuaikan dengan konteks bahasan. Saya menggunakan subjek pendidik dan siswa karena workshop ini idealnya ditujukan pada pendidik Bahasa Inggris. Meski, pada dasarnya semua orang dapat menerapkan untuk dirinya maupun orang di sekitarnya. 

***

Secara sederhana, Extensive Reading (ER) adalah kegiatan membaca buku untuk kesenangan untuk bacaan bahasa asing. Meski sesungguhnya, bagi saya, ER masih bisa relevan dalam membangun kebiasaan membaca kita dalam bahasa ibu sekalipun. Membaca tanpa paksaan, di lingkungan yang menyenangkan, tanpa tugas serta tuntutan begitu mencerminkan ER. Menariknya, karena bersifat sangat fun, pembaca atau siswa diharuskan memilih bahan bacaannya sendiri. Berbeda dengan Intensive Reading (IR) yang erat dengan membaca buku pelajaran atau jurnal ilmiah, ER justru disarankan untuk dilakukan di luar ruang kelas. Meski bertolak belakang, Extensive Reading dan Intensive Reading idealnya harus dilakukan seimbang.

Sampai di mana implementasi kebiasaan membaca siswa di Indonesia saat in? Banyak dari kita yang masih berada dalam anggapan bahwa IR lebih utama ketimbang ER. Masih sering kita temui pengajar yang meminta siswanya untuk membaca buku pelajaran di 15 menit sebelum dimulai pelajaran. Padahal, idealnya waktu tersebut dialokasikan untuk membaca buku selain pelajaran. Tugas kita semua menjadi lebih besar : memberi kesadaran dan mengajak para pendidik untuk memahami betapa pentingnya ER bagi siswa.


Thomas Robb yang memberikan perbandingan efek ER dan IR pada siswa


Agar lebih jelas, mari membandingkan IR dan ER. IR sifatnya lebih perlahan, menambah skill, dan menguji fokus. Sedangkan ER bersifat lebih cepat, melancarkan, dan fokus pada kegembiraan membaca. ER identik dengan membaca mudah dan menikmati buku.

Menurut penelitian, ER meningkatkan kemampuan membaca, meningkatkan motivasi, menambah kosa kata, meningkatkan kemampuan mendengar, berbicara, dan mengeja (dalam konteks bacaan bahasa asing) dan sebagainya. Dalam arti, meski terkesan "lebih sederhana", membaca untuk kesenangan ternyata justru meningkatkan kemampuan pembaca dalam banyak hal, bukan hanya menumbuhkan rasa santai dan gembira. Oleh karenanya, sangat disarankan untuk membaca buku yang mudah untuk dinikmati. 

ER is about reading between the lines.

Sifat-sifat bacaan ER antara lain : membaca buku yang mudah, dapat dibaca cepat, tidak terlalu membutuhkan banyak menengok kamus, harus bisa dinikmati, siswa memilih bahan bacaannya sendiri, dan bahan bacaan yang beragam.




Reading is not make pain. Reading is not equal test. Easy is good.



ER cenderung serupa dengan program lain seperti Sustained Silent Reading (SSR), Drop Everthing and Read (DEAR), Free Uninterrupted Reading (FUR) atau Uninterrupted Sustained Silent Reading (USSR) yang sudah diterapkan di berbagai sekolah di berbagai negara.



Mengapa Indonesia masih memiliki budaya membaca yang rendah? 

Salah satunya dikarenakan tahapan proses budaya komunikasi Indonesia yang masih belum utuh. Setelah kita terbiasa dengan budaya lisan seperti bercerita (oral culture), kita belum sempat menjejak "jembatan" reading culture, dan digital culture sudah keburu menyerbu. Ini menjadikan generasi kita belum memiliki kebiasaan membaca yang kuat. Selain itu, Indonesia juga melewatkan fase "learning to read" (bagaimana kita membiasakan, mengolah, bersikap dengan bacaan kita), dan mengharuskan peserta didik untuk langsung melakukan "reading to learn" (membaca untuk mendapatkan informasi terakit studi tertentu). Artinya, kita belum mendalami bagaimana "cara" dan menikmati bacaan, namun langsung diharuskan membaca untuk belajar tentang apa saja. Unsur kebiasaan, kegembiraan, kesukaan belum terpupuk dan langsung dihadapkan pada kewajiban IR yang cenderung formal dan kaku, karena tak ada emosi di dalamnya. Tak salah jika bagi banyak orang, membaca masih dianggap sebagai "keharusan belajar", bukan kegembiraan menikmati dan mendapat ilmu. Meski begitu, sekali lagi, IR bukan merupakan kesalahan. Hanya perlu dilakukan secara seimbang.

Sebagian dari kita juga masih terjebak dalam anggapan bahwa "anak pintar" adalah anak yang jago pada bidang sains dan matematika. Padahal itu bukan tolok ukur satu-satunya. Bukan hanya harus pintar sains dan matematika, namun mereka juga harus pintar dalam membaca. Dalam tataran lingkungan terkecil, yaitu rumah, masih juga ada anggapan bahwa membaca bukan menjadi bagian dari tradisi keluarga. Ini ironis, karena sebagian besar waktu anak berada di rumah dan bersama keluarga yang seharusnya paling berperan untuk mempengaruhi kebiasaannya.

Menjawab anggapan bahwa membaca tidak diharuskan bagi semua orang, ada dua tipe pembaca. Pertama, orang yang suka membaca buku. Kedua, orang yang membaca buku yang salah. Kesimpulannya, sesungguhnya tidak ada orang yang tak suka membaca buku. Mereka hanya perlu menemukan buku yang mereka sukai untuk mulai menyukai membaca.


Sebagian peserta workshop dan 5 finger rule



Apa yang harus diperhatikan seorang pendidik dalam menerapkan ER?
- Pendidik harus menyamakan kedudukan dengan siswa. Menyamakan kedudukan dalam arti menjadi teman bagi siswa sehingga siswa tak segan untuk bercerita atau berdiskusi
- Pilihkan bacaan satu level di bawah kemampuan siswa dalam membaca. Level yang lebih rendah tentu akan lebih sederhana dan mudah yang menghasilkan kecepatan, kelancaran, dan pemahaman.
- Meski santai, hindari membaca dengan terlalu lambat. Akan mengakibatkan kuantitas sedikit, tidak bisa dinikmati, dan tidak bisa dimengerti isi bacaan
- Sarankan siswa untuk memilih bacaan yang mudah. Bagaimana mengetahui bahwa suatu bacaan tergolong mudah? Buku tersebut bertema sesuai dengan kesukaan dan pilihan siswa. Jika buku dalam bahasa asing, gunakan rumus 5 finger rule. Sebuah aturan apabila terdapat 0-1 kata sulit maka bacaan tersebut terlalu mudah, 2-3 kata sulit berarti bacaan yang tepat, 4 kata sulit termasuk bacaan yang patut dicoba, 5 kata atau lebih yang sulit bagi siswa, tandanya buku tersebut terlalu sulit
- Jangan berikan target
- Jika buku tidak tuntas dibaca, tidak masalah. Siswa bisa mencoba buku yang lain
- Berikan kegiatan kolaborasi yang menyenangkan dalam membahas bahan bacaan
- Pendidik harus menjadi contoh. Turut membaca di dalam kelas bersama siswa, menjadi kuncinya
- Jangan haruskan siswa untuk membuat laporan membaca saat itu juga. Ini akan mengurangi kegembiraan membaca
- Beri waktu 1 menit setelah membaca agar menjadi ruang bagi siswa untuk berpikir tentang isi buku, sebelum mengekspresikannya ke dalam pembicaraan 
- Buatlah suasana membaca menyenangkan
- Berikan motivasi-motivasi positif untuk membaca dan tanyakan buku-buku kesukaan siswa
- Coba terapkan dramatic reading, di mana pendidik membacakan sepotong cerita dengan intonasi yang sesuai dan menyenangkan untuk didengar. Ketika dibacakan dengan suasana dramatis, emosi siswa akan terpicu. Emosi sangat baik untuk menciptakan rasa suka pada sesuatu 
- Biasakan melakukan ER. Latihan sangat penting membentuk kebiasaan.
- ER dapat dilakukan di luar kelas
- Lakukan persiapan kegiatan ER yang cukup. Meliputi bahan bacaan, aktivitas yang menggugah, dan lain sebagainya. good preparation, engaging activities.



Dalam praktiknya, pendidik juga memerlukan referensi dan bahan. Beberapa halaman yang dapat mendukung Extensive Reading antara lain : xreading.com, readworks.org, lit2go, librarygenesis.

Rasa senang dalam melakukan sesuatu terbukti menjadi cara baik untuk mengenalkan dan membiasakan seseorang terhadap suatu kegiatan. Membaca, hal yang mendasari perkembangan dan kekayaan jiwa seseorang mestinya juga menjadi salah satunya. Kesadaran yang sama terhadap pentingnya membaca menjadi penting untuk dibangun pada setiap kepala. Karena sejatinya, kita, selalu menjadi pendidik dan pembelajar sepanjang hayat.