Saya jarang menulis
curhat setelah menonton recital atau konser. Entah mengapa, saya ingin menulis
kali ini. Ini murni ke-subjektif-an saya. :)
18 Januari 2013 kemarin,
bertempat di Grand City Ballroom Surabaya, saya dengan excited menghadiri harp
concert Jessica Sudarta. Ini pertama kalinya saya menyaksikan permainan harpa.
Seringnya sih hadir untuk recital-recital piano atau konser orchestra. Saya selalu merasa
melihat mimpi saya yang terwakilkan di mata mereka, para musisi. Jadi, saya
selalu senang untuk datang. Di samping, memang saya sudah lama ingin
menyaksikan permainan Rama Widi, salah satu harpist membanggakan Indonesia.
Awalnya sih, ekspektasi
saya untuk konser tersebut tidak sebesar itu. Begitu tiba, wah.. Grande! itu
kesan saya. Semuanya nampak direncanakan dan dipersiapkan dengan baik. Karena
saya hadir sendiri, saya bisa duduk di tempat yang cukup strategis. Beberapa baris
dari depan meski di sayap kiri. Beruntunglah disediakan layar LCD yang membantu
melihat lebih dekat para performer di panggung.
Sembari menunggu pertunjukan
dimulai, perhatian saya tersedot pada booklet yang dibagikan sebelum acara
berlangsung. Biasanya dalam recital atau konser yang pernah saya hadiri, hanya
berupa pamflet dengan profil musisi, sambutan penyelenggara,
daftar komposisi yang akan dimainkan, juga beberapa selipan iklan. Tapi kali
itu berbeda. Masing-masing hadirin diberikan booklet ukuran besar. Saya
buka-buka halaman-halaman yang ada. Bukan hanya diisi profil masing-masing
pengisi acara, namun juga foto-foto juga testimoni-testimoni dari orang-orang
terdekat Jessica Sudarta. Menarik. Saya rasa strategi itu tepat sebagai
pengenalan kepada publik akan Jessica Sudarta, seorang gadis usia belasan multi
talenta, yang memiliki bakat luar biasa. Hadirin menjadi tahu bahwa Surabaya
juga memiliki seorang musisi muda hebat berbakat. Desain keseluruhan booklet nya pun sesuai dengan tema konser yang elegan.
Setelah sesaat asyik
menyimak booklet, satu per satu musisi dari Java Philharmonic Orchestra
berurutan masuk dan menempati posisi mereka. Tak lama, setelah seluruh anggota
lengkap, sang conductor, Dian Alicia Suat, hadir menempati posisi. Persiapan
dimulai, dengan masing-masing musisi yang melakukan tuning. Mendengar tuning
mereka saja sudah sanggup membuat excited.
Komposisi pertama yang
dimainkan oleh Java Philharmonic Orchestra adalah Finlandia Hymns. Menambah
suasana Grande, di belakang orchestra ditampilkan animasi mendukung. Berupa
salju yang berguguran jatuh dari pohon, pemandangan-pemandangan berbagai musim,
dsb. Saya pikir animasi ini hanya akan sepotong dan menunjukkan satu adegan
saja, yang kemudian akan digabungkan dengan potongan adegan lain. Namun,
prasangka saya salah. Keseluruhan animasi membentuk satu plot kisah yang sesuai (baik tema maupun timing) didampingkan dengan komposisi yang sedang mengalun. Semenjak itu saya ‘ngeh’
bahwa animasi-animasi ini memang didesain dan dibuat secara khusus untuk
masing-masing lagu.
Setelah puas menikmati ‘prolog’
dari orchestra, barulah seorang Jessica Sudarta, sang harpist muda hadir di
atas panggung. Saya belum percaya jika ia masih berumur empat belas, jika MC
tidak menyebutkannya. Bukan karena ia penampilannya yang anggun dan dewasa,
namun karena di panggung, saat berkali-kali kamera menampilkan wajah Jessica,
kedewasaan terpancar jelas. Bagaimana ia dengan sangat baik menggambarkan
ekspresi kecintaannya pada musik yang besar, betapa ia menikmati lagu yang ia
bawakan, bahkan juga bagaimana dengan sangat tenang ia menghadapi sedikit
masalah dengan string harpanya di
awal pertunjukan. Saat itu, saya langsung berkata dalam hati. “Anak ini telah
matang dan siap untuk apa yang ia inginkan. Hebat.”
Diikuti kemudian
beberapa repertoar harpa, “Autumn Leaves”, “Esquisse” dan “Sicilliana”. Sudah
tak menjadi kejutan, Rama Widi akan berduet dengan Jessica Sudarta, karena
memang telah disebutkan sebelumnya, juga dengan adanya dua harpa yang terpajang
di panggung. Namun, yang cukup mengejutkan saya, pada saat Jessica Sudarta menampilkan
komposisi (mungkin sejenis sonatina/sonata) “Concerto” dengan tiga movement :
Allegro, Andante, Vivace, Rama Widi tak mendampinginya berduet harpa,
justru memegang Baton dan bertindak sebagai conductor! Wow, kejutan yang
menarik. Cara Rama meng-conduct sangat ekspresif dan eksplisit. Ternyata hal
itu didasari oleh Rama yang juga sempat mengambil minor Conducting Orchestra
saat berkuliah Music Education.
Setelah rehat selama
lima belas menit, konser dilanjutkan kembali. Kali ini dengan
komposisi-komposisi yang lebih ringan dan menyenangkan. Lagu-lagu Disney
seperti "Hakuna Matata" dan "A Whole New World" dibawakan. Saya paling terkesan
dengan “A Whole New World”, selain karena salah satu lagu favorit saya, lagu itu
dibawakan dengan megah plus adegan saat Aladdin dan Jasmine melaju dengan
karpet terbangnya. Sangat pas dan impresif. “New York New York” pun turut
dihadirkan, membuat beberapa hadirin terhanyut dengan irama khas broadway. Nah,
saya selalu senang jika ada komposisi nusantara di list sebuah konser/recital.
Konser Jessica Sudarta menghadirkan “Bengawan Solo” dan “Yamko Rambe Yamko”. Lagu
terakhir sangat mengesankan dengan duet harpa yang menarik.
Jessica Sudarta sangat
beruntung didampingi oleh gurunya, Rama Widi di konser ini. Keberadaan Rama
Widi bukan menjadi pembanding, namun justru sebagai pendukung Jessica. Dan penonton
yang hadir akan terpatri bahwa Jessica adalah harpist yang patut
diperhitungkan, bahkan dengan harpist sekelas Rama Widi. Melalui "The Premiere, An Enchanting Harp Sound" Jessica Sudarta menunjukkan ia adalah hasil penjumlahan passion, doa, kerja keras, kesempatan serta kualitas yang tepat.
- Nabila Budayana -