Pages

Wednesday, August 21, 2013

"Masih Banyak Nian Nanti!"

Ini sudah kesekian kalinya, saya dan Bapak K. Usman, seorang sastrawan senior yang masih konsisten berkarya hingga saat ini, berbalas surat konvensional. Saya mengirimkan satu ekslemplar "Itu Bukan Biru" kumpulan Flash Fiction pertama saya untuk beliau. Di antara suratnya, beliau menyelipkan beberapa paragraf untuk menanggapi "Itu Bukan Biru". Saya mencantumkan ini bukan semata-mata akan 'nilai' positif yang beliau berikan untuk IBB, namun sesungguhnya banyak pelajaran yang mampu kita ambil dari kalimat-kalimat tesebut. Saya sengaja mencantumkannya, untuk berbagi.  


"Lantas, apa yang dikatakan sebuah titik kepadamu?" (Halaman 21 "Itu Bukan Biru"). Sebuah titik bagiku bukanlah tanda selesai seluruhnya! Alinea baru masih sangat panjang setelah titik itu, Nabila, Anakku! Masalahnya manusia pada umumnya hanya berpikir hari ini, besok, lusa sampai abad-abad berlari, tapi sering benar lupa, masih banyak nanti setelah menutup mata di dunia. Masih banyak nian nanti!

Sketsa-sketsa seperti termuat dalam "Itu Bukan Biru", bisa jadi bagian kecil tentang pengalaman sehari-hari  kita. Begitu dituliskan, 'mereka' menjadi penting ketimbang hanya dilisankan, lalu dilupakan, sehingga jejaknya tak terlacak.

Urusan kita hari ini dan nanti bukan hanya 'jam terbang yang tinggi' dan sang pemula. Yang lebih utama adalah kepedulian kita kepada nasib manusia di lingkungan terdekat kita dan di mana saja. Seni, khususnya sastra bukanlah masalah aku dan kau belaka. Akan tiba saat bagi pengarang-pengarang seusia berapa pun untuk bersikap mengenai kehidupan. Kematangan sikap itu akan tampak dalam proses penciptaan (dalam karya). Tanpa sikap, samalah dengan yang mayoritas itu!" 

K. Usman