Pages

Friday, January 13, 2012

Dag Dig Dug - Flash Fiction #15HariNgeblogFF


Sepanjang hidupku, aku tak pernah dapat berbicara. Tidak sepertimu yang dapat sepuas hati bertutur dan berbahasa. Menikmati keindahan kata dan aksara. Mendengar indahnya kalimat-kalimat dinyanyikan, meski kadang terselip kebohongan. Menuliskannya untuk dinikmati sesama meski kadang menyakitkan. Kata-kata itu membunuh!

***

DAG DIG DUG

Aku bekerja keras pagi ini. Ia mengajakku berlarian. Ah, ya. Jogging namanya. Aku tak ingin kalah. Aku juga bergerak lebih lincah dan lebih cepat.

DAG DIG DUG 

Terima kasih Tuhan. Kali ini ia memberiku waktu tenang seharian, sehingga tak perlu berlomba. Kunikmati tiap detik, dengan bergerak dan menari. Detik sungguh indah, ya! Tak pernah dusta untuk datang dan datang lagi, tak pernah terlambat memulai dan mengakhiri. Aku, berjalan mengikuti detik.  

DAG DIG DUG

Ia menyanyi merdu hari ini. Lagu klasik. Begitu damai menikmatinya. Pun sempat aku ingin terlelap karena terbuai oleh alunan melodinya. Tidak. Aku harus selalu bergerak.

DAG DIG DUG

Tuhan, bolehkah aku memiliki kemampuan berkata-kata dan berbicara? Menyampaikan apa yang ingin kuungkapkan selayak ia melakukannya?

Tuhan tak menjawab. Aku pun marah. Kuputuskan mogok kerja. Aku ingin lebih dari sekedar hanya dapat mengucap “dag dig dug” yang hanya dapat didengar gadis ini saja. Cemburu berkuasa. Aku memutuskan berhenti berdetak, dan gadis ini pun mengakhiri hidupnya.

Sudah kubilang, aku hanya ingin lebih dari sekedar “dag dig dug”…









2 comments:

  1. Ini sudut pandang jantung ya mba,,,
    Menarik

    Salam #15HariNgeblogFF

    ReplyDelete
  2. ting tong! benar! :) terima kasih! salam kenal!:)

    ReplyDelete