Pages

Saturday, March 17, 2018

La La Land hingga Rhapsodia Nusantara : BRAF 2018


Kesuksesan BRAF (Bunga Rampai Art Festival) 2017 tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Amadeus Enterprise dalam mengonsep BRAF 2018. BRAF sebagai sebuah perayaan seni tetap membawa semangat kolaborasi dari berbagai genre dan usia. BRAF bukan hanya membawa nama-nama musisi yang kerap malang melintang di panggung-panggung konser Surabaya, namun juga memberi ruang begitu besar pada bakat-bakat baru.

Berlokasi di Gedung Kesenian Cak Durasim Surabaya 11 Maret 2018 lalu, BRAF kembali hadir menyapa publik Surabaya. Yang berbeda dari BRAF tahun ini, BRAF terlihat ingin menampilkan semakin banyak bakat baru antara lain dari Amadeus School of Orchestra dan Amadeus Dance Work di samping Amadeus Orchestra.

Dalam durasi sekitar 3 jam, BRAF memberikan sebagian besar waktu dan panggung pada peserta-peserta peraih penghargaan dari rangkaian seleksi sebelumnya. Belasan penampil yang didominasi duet atau grup menunjukkan kegembiraan mereka dalam bermusik. Bukan hanya usia dewasa, anak-anak juga banyak mengambil tempat. Beberapa tampilan memang tak sempurna. Beberapa dari mereka, BRAF 2018 adalah panggung besar pertamanya. Namun keberanian dan kepercayaan diri mereka patut dihargai tinggi.

Yang menarik dari puluhan penampil salah satunya adalah kolaborasi antara Amadeus School Orchestra bersama Gloria Children Choir. Membawakan "Kapan Pulang" milik Alexander Tan sekitar 40 anak usia SD muncul sebagai choir yang menggemaskan. Di luar perkiraan, di usia yang dini, kontrol mereka dalam produksi suara begitu baik. Lebih dari itu, mereka bahkan mampu menyatu dengan produksi musik dari Amadeus Orchestra.

Dokumentasi : Instagram Amadeus Enterprise


Salah satu Peraih Gold Medal kategori beginner juga mencuri perhatian. Abiyy Affan pada vokal, ditemani Moch Haruslan Hasibuan pada piano membawakan "Mengejar Mimpi" yang sempat dipopulerkan oleh Patton Idola Cilik. Di sini audiens begitu terhibur dengan polah dan aksi panggung dengan kepercayaan diri yang begitu tinggi dari Abbiy. Dengan mudah, penampilan Abbiy mencuri impresi audiens.

Sisi Indonesia juga banyak ditampilkan. Salah satunya dari vokal grup Mix Voice dengan dua orang remaja perempuan dan satu remaja laki-laki yang menyajikan medley "Anganku Anganmu" dan "Dangerous Woman". Menariknya, aransemen dari dua lagu populer yang mereka bawakan diselipkan nuansa gamelan Bali pada interlude. Ini menarik sebagai sajian twist untuk audiens. Dari segi konsep aksi panggung pun mereka benar siap dengan properti topeng ketika membawakan "Dangerous Woman".

Nuansa grande ditampilkan oleh Aries Pujo pada vokal dan Fransiska Ratri pada piano. Keduanya terlihat begitu matang mempersiapkan penampilan. Sebagai penampil di tahun lalu, mereka sudah jauh lebih siap menghadapi panggung BRAF 2018. Membawakan "Melayang" mereka menghadirkan nuansa megah yang berhasil meninggalkan kesan.

Paruh kedua yang menjadi puncak acara. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang didominasi oleh musik-musik bernuansa Indonesia, Amadeus memilih tema populer "La La Land" yang mengadopsi konsep dari film layar lebar dengan judul sama. "La La Land" dianggap sebagai sebuah paduan menarik antara tari dan musik. Ini sejalan yang diinginkan BRAF 2018 agar tak melulu menyuguhkan musik klasik, namun juga pop. Amadeus Orchestra dengan conductor Erwin Prasetya, Shine Harmony Voice, serta Amadeus Dance Work mengantarkan audiens pada paruh pertunjukkan semi teatrikal yang ramai. Menggabungkan berbagai lagu di original soundtrack "La La Land", tampilan pertama itu terasa dinamis karena pemilihan urutan lagu yang menampilkan berbagai mood.

Dokumentasi : Instagram Amadeus Enterprise


Sang bintang tamu, Ananda Sukarlan mengambil ruang panggung kemudian. Ini penampilan pertamanya di Surabaya setelah terakhir kali di 2012. Membawakan komposisi karyanya, Fantasia Indonesia Pusaka, yang merupakan mashed up dari beberapa lagu nasional Indonesia. Ananda terlihat tidak membuang waktu. Sejak denting pertama sudah begitu terasa virtuoso yang kental. 


Dokumentasi : Instagram Amadeus Enterprise


Amadea Pranoto dengan biolanya menemani Ananda Sukarlan di komposisi berikutnya. Membawakan "Sadness Becomes Her", salah satu karya Ananda. Berbeda dengan karya yang dimainkan sebelumnya, komposisi ini terasa lebih sederhana. Amadea lebih banyak berperan mengambil melodi. Sebagai bakat baru. tampilan Amadea matang dan terlihat nyaman didampingi Ananda.


Dokumentasi : Instagram Amadeus Enterprise


Rhapsodia Nusantara no.16 dipilih sebagai sajian berikutnya karena kental dengan melodi-melodi nuansa lagu daerah Jawa Timur. Ananda mengaku, beberapa inspirasi untuk komposisi ini datang dari Jalan Tunjungan yang legendaris di Surabaya. Not yang rapat, terang sesuai dengan nuansa beberapa not ciri khas "Rek Ayo Rek". Ananda mengacak not-not khas dari lagu-lagu daerah sedemikian rupa hingga menjadi sesuatu yang berbeda. Ada kesan klasik, modern, dan dinamis dalam lantunannya.

Sebagai penutup, Ananda Sukarlan, Amadeus Orchestra dengan conductor Nico Alan yang sekaligus menjadi pengaransemen komposisi kali ini, Shine Harmony Voice, serta Amadeus Dance Work membawakan Pesona Indonesia 4 yang merupakan aransemen gabungan dari beberapa lagu daerah Indonesia. Gundul-Gundul Pacul membuka, disusul dengan nuansa grande dari "O Inane Keke". Di bagian tengah dimunculkan nuansa keroncong sebagai kejutan. Juga terdengar "Dondong Opo Salak" di bagian lain. Beberapa bagian mengingatkan pada aransemen lagu daerah milik komponis Indonesia, Addie MS. Aransemen ini mengambil kekuatan pada kejutan tiba-tiba dengan mengubah genre. Pop rock, keroncong, blues, waltz dipadukan dengan not-not ciri khas dari lagu daerah. Tidak menggeber semua penampil untuk terus menerus hadir, dinamika secara bunyi dan visual juga ditunjukkan dengan tampilan yang bergantian. Aransemen untuk lagu daerah "Janger" menutup keseluruhan acara. Shine Harmony Voice dan Amadeus Dance Work kembali hadir mengisi panggung hingga akhir.


Dokumentasi : Instagram Amadeus Enterprise


BRAF hadir dengan nuansa perayaan atas seni yang lebih besar tahun ini. Namun ada kerinduan pada penonton tentang tampilnya alat-alat musik tradisional layaknya Angklung di tahun lalu. Pemilihan tema kolaborasi yang lebih bernuansa Indonesia alih-alih "La La Land", kostum Amadeus Dance Work yang tentu akan lebih memanjakan secara visual dengan pakaian tradisional ketika lagu daerah dan tarian khas Indonesia menyatu. Ekspektasi audiens tentang Ananda Sukarlan sebagai bintang tamu tentunya juga dapat diberikan ruang lebih banyak pada tampilan saat itu. Meski begitu, BRAF tahun ini tetap konsisten keluar dari kekangan genre dengan membawa nuansa pop dalam panggung yang barangkali kerap diekspektasikan dengan musik klasik. Plus bersikap total dengan konsep sebagai sebuah sajian yang utuh, baik secara audio maupun visual. Di atas itu semua BRAF sebagai sebuah perayaan dan semangat berbagi masih konsisten membuka seluas-luasnya kesempatan pada bakat-bakat baru, yang tentu saja merupakan bentuk investasi luar biasa untuk musik Indonesia di masa depan. 




No comments:

Post a Comment