Pages

Friday, August 7, 2020

[Cerpen] Riak Sungai Allegheny


Riak sungai Allegheny berhenti menari sejenak ketika menampilkan pantulan diriku di wajah air. Kubuat ia kembali marah dengan melempar sebongkah batu hitam dari tepi. Aku suka melihat bagaimana permukaan air itu koyak, melompat ke udara sesaat, sebelum menampilkan lingkaran yang terus membesar, kemudian hilang. Ada kalanya aku gagal melakukannya diam-diam, tidak seperti hari ini. Ibu pasti akan mencengkeram tanganku sebelum aku sempat melempar. Ia akan seketika membawaku ke balik semak yang melindungi kami dari banyak tatapan, dan memukulkan payungnya ke pantatku. Sakitnya aku hafal benar. Menembus sampai ke pakaian dalam, dan bisa membuatku berjalan timpang di sisa perjalanan menuju rumah. Anehnya, ia selalu membiarkan Gustav si pengecut cilik itu untuk melakukannya. Kutebak karena Gustav lahir dengan penis di antara kakinya.

Perjalanan ke sungai Allegheny hari itu berbeda dan jadi kuingat selamanya. Ibu membawa koper kulit besar yang biasa dibawa Ayah untuk bepergian ketika harus mengecek tanah-tanah di luar kota. Ayahku spekulan tanah. Sayangnya tak banyak yang bisa kuingat dari Ayah saat ini selain hanya punggungnya yang menjauh dari bingkai pintu rumah setiap kali ia akan pergi. Hari itu Ayah tak ada di rumah, dan koper besar itu tergeletak di atas lemari kamar. Ibu menjejalkan sebuah benda besar ke dalamnya kemudian buru-buru memintaku berganti pakaian pantas. Sepanjang jalan aku mendapat cengkeraman ibu di pergelangan tangan hingga terasa sakit.  



Ini aneh. Ibu membiarkanku bermain lempar batu sampai aku puas. Kemudian ia membuka koper dengan buru-buru sampai-sampai lengan loncengnya tersangkut resleting. Tapi ia tak peduli dan menarik keluar sebuah kanvas besar. Di muka kanvas itu terlihat seorang perempuan dengan gaun garis longgar. Lengannya tergulung agar tak mengenai air baskom. Ia mencelupkan kaki seorang anak perempuan di pangkuannya. Anak kecil itu diriku, kata Ibu sembari memamerkan lebar mata terbesarnya. Ia menderap-derapkan kakinya di tepi sungai Allegheny dan mengutukku dengan banyak kata tak pantas. Kanvas itu terlempar dan membuat riak sungai menelannya sesaat sebelum membuatnya tenggelam.

***

Aku tak mengerti mengapa Ibu melakukannya hari itu. Ia bilang ia membenci dengan seluruh amarah tujuh generasi padaku, Ayah, dan perempuan berbaju longgar dalam kanvas. Sampai saat ini aku di sini. Dengan batu dan tali yang terikat di pergelangan kaki. Aku memeluk kanvas itu erat. Ibu dan aku berada di tempat yang berbeda sekarang. Ibu tak suka sungai Allegheny. Jadi ia bermain timbun tanah seperti tikus di jalan Butler dengan marmer bertuliskan nama di atas timbunan tanahnya. Aku tetap di sini. Aku suka riak air sungai Allegheny.


Surabaya, 30 Juli 2020

*Terinspirasi lukisan Mary Cassat

No comments:

Post a Comment