Pages

Thursday, September 6, 2018

Pendekatan Manusiawi Pelaku Kreatif : Kombet Kreatif Surabaya 2018 [Bagian Kedua]



"We have to teach something unique, so that machine can never catch up with us. Values, believing, independent thinking, teamwork, care for others. These are the soft parts. Knowledge will not teach you that. We have to teach our children art, to make sure humans are different from machines."

Sang petinggi Alibaba, Jack Ma mengucapkannya di World Economic Forum 2018 lalu. Era ini dan masa depan menjadi tantangan kesiapan bagi umat manusia untuk menyongsong gelombang perubahan yang bukan hanya besar, namun juga dinilai terlalu cepat. Bagaimana pelaku ekonomi kreatif mesti menyikapinya?

***


Setelah penekanan pada gambaran tentang UKM dan pemantapan branding di hari pertama, peserta Kombet Kreatif diajak untuk membuka perspektif baru terhadap perubahan besar-besaran pada pola hidup dunia belakangan. Bersama Wimala Djafar, Direktur Associate Planning Lotus H, 40 pelaku ekonomi kreatif Surabaya diajak membuka mata tentang automation yang datang lebih cepat pada dunia dan telah merangsek ke segala bidang. Hal itu memang belum begitu kita rasakan mengingat Indonesia masih begitu tertinggal dari negara lain dari segi automation. Sebagai pembanding, Amerika telah memulainya sejak 1950. Lebih jauh lagi, negeri adidaya itu bukan hanya telah menguasai machine learning, namun juga telah beranjak ke deep learning dewasa ini. Deep learning dalam hal ini berarti kondisi di mana mesin sudah mampu menduplikasi emosi manusia. Wimala memberi gambaran dengan memutarkan sebuah video iklan yang meraih berbagai penghargaan. Sekilas, tak ada yang berbeda dengan video yang menampilkan sisi-sisi manusiawi itu. Nyatanya, video itu dibuat dengan mengandalkan tenaga mesin. Mesin mengumpulkan data tentang variabel apa saja yang dimiliki oleh video-video yang telah meraih banyak penghargaan. Data itu kemudian disatukan dan diterapkan pada sebuah video baru yang berhasil menarik perhatian khalayak.  


Credit : Dokumentasi Surabaya Creative Network

Lantas, di mana sesungguhnya posisi manusia saat ini? Wimala menegaskan bahwa manusia tetap menjadi kunci dalam penciptaan karya, "A human inspired work, not a digital inspired work." Manusia tetap menjadi sumber kreativitas orisinal yang tidak akan pernah tergantikan oleh mesin. Bahwa value sebagai manusia mestinya bukan pada melakukan hal-hal yang rutin dan berulang, namun untuk melakukan sesuatu yang unpredictable. Oleh karenanya, pendekatan-pendekatan manusiawi pun penting diterapkan pelaku ekonomi kreatif. Penjual harus mengubah perspektif dengan tidak melihat konsumen sebagai konsumen, justru sebagai manusia. Konsumen erat dengan ekonomi sentris, sedangkan seorang manusia akan dekat dengan hal-hal yang humanis. Darinya, kita sebagai penjual tak semestinya berhenti pada orientasi menjual barang, namun juga menjadi seorang manusia yang mempertimbangkan ambisi, impian, kebiasaan, keinginan, ketakutan, bahkan perilaku digital agar menyentuh level humanis dari konsumen. Lebih mendalam, iklan yang baik bagi Wimala adalah sebuah iklan yang bukan hanya memberi solusi, namun juga mampu mengubah behavior manusia menjadi lebih baik. 




Rumus menaikkan tingkat kreativitas kita adalah hasil penjumlahan dari human insight dengan utilize machines. Human insight-lah yang berperan paling penting sebagai sumber konsep dan mengendalikan semua faktor. Human insight yang menarik didapatkan dengan banyak mengamati dan mengasah kepekaan terhadap berbagai perilaku manusia. Wimala tak membiarkan presentasinya kering. Ia kerap menyajikan contoh-contoh iklan menarik. Misalnya saja video yang menampilkan sebuah aquarium di Jepang yang kehilangan pengunjung. Dengan kreatif, terciptalah sebuah aplikasi motion capture yang memungkinkan calon pengunjung untuk dipandu kawanan penguin yang terlihat dari layar ponselnya menuju aquarium. Trik ini memanfaatkan insight kebiasaan manusia yang secara naluriah senang mengejar hewan-hewan lucu. Ide kreatif itu terbukti berhasil mengembalikan pengunjung untuk kembali bertandang ke aquarium. Pesan kuatnya, "We have to think what the other people can not think." Kekuatan cara promosi tersebut ada pada diferensiasi dan pengupayaan maksimal untuk mendekati berbagai emosi dan keinginan pelanggan. Sebuah iklan yang baik bukan yang menampilkan merek sebanyak mungkin, namun yang dapat memiliki kedekatan emosi dengan konsumen. Cara itu dapat ditempuh dengan memahami bagaimana isi kepala konsumen dan menembusnya. Ditanya, mana yang lebih baik, hard selling atau soft selling, Wimala menjawab bijak bahwa penjual mesti pintar membaca kondisi tentang urgensi penjualan produknya. Hard selling bersifat short term, soft selling akan bersifat long term karena memiliki koneksi emosi dengan konsumen. Berjalan dua arah, peserta juga melakukan diskusi kelompok dan presentasi tentang perencanaan konten promosi yang bertumpu pada human insight.

Credit : Dokumentasi Surabaya Creative Network


Perubahan dunia menjadi dua sisi mata pisau. Di satu sisi ia terkesan "membahayakan", di sisi berbeda ia dapat menjadi tantangan bagi pegiat kreatif untuk terus berinovasi. 
 
***


Burhan Solihin kembali membagi materi pada peserta. Menyadari bahwa usaha adalah perkara bertahan, ia mengungkap beberapa kesalahan fatal pengusaha muda di awal proses. Antara lain melakukan tindakan tanpa pertimbangan, terlalu mudah percaya, asal mengikuti tren, ingin cepat sukses, dan buta keuangan usaha. Fakta mengatakan, sebagian besar start-up gagal karena tidak ada yang membutuhkan produknya. Hal itu terjadi karena penjual yang kerap kurang peka terhadap kebutuhan pasar. Mindset penjual kerap terbalik. Seperti orientasi untuk mencari customer dari produk, bukan menghadirkan produk yang dibutuhkan customer. Orientasi itu dapat selalu dibenahi dengan mengubah perspektif dari sisi konsumen. Penjual mesti mengerti apa yang disukai konsumen dan menyediakan sesuai kemampuan. Mengikuti dinamisnya perubahan dunia, penjual mestinya juga tak takut untuk mengubah haluan jika dibutuhkan. 




Diferensiasi begitu penting dalam menghadapi persaingan pasar. Burhan memetakannya dengan USP (Unique Selling Proposition), sebuah bagan variabel yang menentukan keunikan produk. USP meliputi proses, bahan, ekslusif, daerah, fungsi produk, harga, servis, serta kualitas. Burhan menegaskan, bahwa sebuah produk mestinya kuat setidaknya di beberapa komponen dari USP. Produk yang unik akan percuma tanpa teknik pemasaran yang memadai. Untuk itu, penjual mesti memahami bahwa content marketing memiliki tiga hal yang membangunnya. Value, community, dan authority. Setiap produk harus memiliki value untuk meningkatkan brand image di mata konsumen, serta dipercaya oleh banyak orang serta pihak yang memiliki authority di mata publik. Memanfaatkan hal-hal yang sedang viral pun terbukti ampuh untuk membuat sebuah promosi yang menarik perhatian khalayak. Pelanggan selalu butuh diyakinkan. Penambahan pemberian testimoni, dan penambahan unsur kelangkaan akan menarik pembeli untuk segera melakukan transaksi. 

Di akhir sesi, peserta ditantang untuk praktik copy writing langsung pada produk masing-masing. Sesi ini dibimbing langsung oleh Burhan dan Endri Kurniawati. Masukan-masukan banyak diberikan baik tentang keluwesan, penambahan kalimat persuasif, hingga keefektifan informasi. 


Credit : Dokumentasi Surabaya Creative Network

"Human think in stories rather than in facts, numbers, or equations, and the simpler story, the better."  -Yuval Noah Harari

***


*baca juga Kombet Kreatif bagian pertama di sini

No comments:

Post a Comment