Pembaca sekaligus pembelanja, pasti kerap menyambangi toko buku
sebagai surganya. Kehabisan bahan bacaan, toko buku menjadi jujugan. Kini, toko
buku tak hanya didominasi oleh satu nama besar. Toko-toko buku lain semakin
menjamur dengan menawarkan berbagai rupa pelayanan yang menarik.
***
Berdasarkan permintaan beberapa teman yang ingin mengetahui
lebih jauh tentang toko buku, di tanggal 31 Januari 2015 GRI Surabaya berinisiatif untuk menjembatani
diskusi antara pihak toko buku dengan pembeli, yang seringkali hanya terhubung
melalui sosial media atau kertas-kertas di kotak saran.
Dibantu oleh Bapak Poedjiono, General Manager toko buku
Togamas sekaligus Store Manager Petra Togamas Surabaya, materi dengan tema "Di
Balik Toko Buku" diberikan oleh Ibu Margaretha Debby selaku Store Manager
Togamas Diponegoro Surabaya. Kota yang diguyur hujan deras siang itu tak
menghalangi teman-teman untuk hadir di Oost Koffie & Thee. Beberapa dari
mereka bahkan agak kuyup sepanjang perjalanan. Saya harus angkat topi untuk
semangat mereka. Namun usaha itu tak sia-sia, ternyata. Selain mendapatkan
ruang diskusi yang menarik, di akhir pertemuan ada kejutan spesial dari Ibu
Debby untuk kami semua yang hadir.
Dalam berbagi kisah tentang manajemen toko buku, Ibu Debby
begitu banyak menyinggung sang founder jaringan toko buku Togamas,
alm. Bapak Johan Budi Sava. Kedigdayaan Toko Buku Togamas diawali dari beliau, seorang
mahasiswa yang tak rampung menyelesaikan beban kuliahnya. Seringkali berkumpul
dan ngobrol dengan para mahasiswa membuat Bapak Johan Budi seringkali mendengar
persoalan-persoalan yang dihadapi mereka. Salah satunya adalah
harga buku yang belum terjangkau. Padahal, mereka sangat membutuhkan akses
untuk buku-buku diktat yang menyangkut proses pembelajaran. Dengan berbekal
kecintaannya pada membaca, tercetuslah sebuah toko buku kecil yang dimulai di ruang
tamu kediaman Pak Johan di tahun 1999. Tujuannya, mengadakan sebuah toko
buku yang memberikan diskon, namun tetap menawarkan kualitas buku yang sama, dengan sasaran utama, para mahasiswa.
Di Surabaya dan beberapa kota lainnya, toko buku Togamas telah begitu dikenal sebagai
toko buku berdiskon. Menurut Ibu Debby, setiap cabang Togamas, secara
sendirinya memiliki daya serap pasar yang berbeda, kebanyakan ditentukan oleh
koleksi yang dimiliki. Untuk toko buku yang menyajikan banyak buku-buku diktat
dan keperluan sekolah, akan memiliki pelanggan yang kebanyakan merupakan
pelajar dan mahasiswa. Dengan koleksi yang lebih banya tentang sastra, akan
mengundang masyarakat umum, begitu juga toko buku dengan kebanyakan koleksi
buku religi. Tak heran, secara sendirinya, masing-masing toko memiliki dominasi
pelanggan yang berbeda.
Karena ada pertanyaan tentang, “Mengapa Togamas bisa
berdiskon?” Ibu Debby menjelaskan dengan cukup jelas bahwa Togamas memilih
untuk memangkas biaya lain seperti biaya AC atau fasilitas lain, sehingga dapat
dialokasikan untuk harga buku yang lebih terjangkau dibanding toko buku yang
menjual buku dengan harga normal. Dengan itu, ada harapan agar setiap orang bisa membeli
buku. Di sisi lain, semakin banyak pula toko-toko buku baru yang mengadopsi
program diskon yang serupa. Namun Togamas tidak menganggap toko buku lain
sebagai pesaing, justru sebagai partner dalam menumbuhkan minat membaca
masyarakat. Menurut Ibu Debby, jika profit mampu bertambah setiap tahun, rasanya
tak perlu menganggap toko buku lain sebagai pesaing.
Ditanya apakah ada perlakuan berbeda dari toko buku tentang
penerbit besar dan kecil, Ibu Debby mengatakan tidak ada, berdasarkan prinsip
Pak Johan yang tidak membedakan penerbit apapun. Meski tidak membatasi
penerimaan buku, tetap harus ada evaluasi terhadap hasil penjualan suatu buku.
Ada masa 3 hingga 6 bulan bagi suatu buku untuk diretur. Beliau mengatakan,
setiap buku memiliki umurnya di toko buku masing-masing. Rata-rata untuk setiap
judul berusia 1 hingga 3 bulan. Setelah 3 bulan, buku akan cukup susah untuk
diangkat jumlah penjualannya. Toko buku berkewajiban untuk membuat laporan
tentang hasil penjualan.
Tentang perilaku buku, Ibu Debby membaginya menjadi 4 jenis.
Jenis pertama, grafik yang dimulai dengan tingkat penjualan kecil kemudian
terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Biasanya judul dengan jenis
pertama ini, dari awal terbit menghasilkan jumlah penjualan yang biasa-biasa
saja, namun karena ada sesuatu hal, penjualannya menjadi melejit dan terus naik. Jenis kedua
berkebalikan dengan jenis pertama. Judul buku dengan jenis kedua memiliki ciri
sangat besar nilai penjualannya di awal, namun terus menurun seiring
berjalannya waktu. Jenis kedua ini biasanya sangat meledak di saat launching,
namun tak mampu bertahan lama. Tipe ketiga, buku tesebut memiliki life time yang panjang, meski rata-rata
hasil penjualannya stabil (biasa-biasa saja). Contoh tipe ketiga adalah kamus
maupun kitab suci. Jenis terakhir menunjukkan grafik penjualan yang naik-turun.
Buku-buku tersebut biasanya mengalami kenaikan penjualan ketika kepopulerannya
meningkat karena adaptasi ke film atau hal lainnya.
Lantas, bagaimana dengan penulis self publishing yang ingin
menitipkan bukunya di toko buku? Togamas selalu terbuka untuk penulis-penulis
indie. Meski begitu, ada beberapa aturan yang perlu dilakukan. Misalnya saja
hal-hal yang berhubungan dengan usia buku dan laporan penjualan. Sisanya, dapat
dilakukan kesepakatan langsung dengan pihak toko. Untuk penerbit major, dalam kerjasamanya, Togamas menjemput bola maupun mendapatkan penawaran langsung. Dalam menitipkan buku yang diterbitkannya, penerbit juga melihat prospek, laporan administrasi serta kerjasama yang baik dari toko buku yang dituju.
Ibu Debby juga memberikan saran kepada para penulis.
Berdasarkan pengalamannya mengamati perilaku konsumen dan perilaku buku, alangkah
baiknya ketika seorang penulis juga memikirkan strategi promosi buku yang telah
diterbitkan. Beberapa cara diantaranya adalah dengan menyusun program marketing dan display buku yang menarik.
Dicontohkan dengan Seri Supernova : Gelombang yang ditulis oleh Dee Lestari.
Gelombang di-launching dengan cara
yang berbeda di tiap kota. Penulis yang disampaikan melalui penerbit meminta toko-toko buku untuk diadakan cosplay tokoh dari buku yang menyapa calon
pembeli, hadiah merchandise berupa kaos dan mug, bahkan musik horor yang diputar
di toko buku. Di samping acara launching
yang menggebrak, penulis dan penerbit dapat bekerja sama untuk mengemas konsep
promosi dengan merchandising maupun
bermain di display toko buku. Toko
buku akan sangat terbuka untuk membantu dalam menampilkan display yang menarik.
Kami kemudian bertanya apa parameter yang membuat suatu buku
digolongkan dalam rak best seller atau
new release. New release mencakup buku-buku yang baru terbit dalam rentang waktu
satu bulan. Sedangkan Best Seller
dihuni oleh buku-buku yang telah mencapai nilai penjualan tertentu.
Dalam mengembangkan toko buku, diperlukan program-program
yang menarik, sebagai bentuk promosi kepada pelanggan. Namun, bagaimana ide
tersebut berasal? Beliau justru mengatakan bahwa ide-ide program itu didapatkan
dari para pelanggan yang memang memberikan saran untuk toko buku
kesayangan mereka. Program-program ini sangat menunjang hasil penjualan, karena
memberikan fasilitas-fasilitas yang disukai oleh pelanggan.
Dengan maraknya penjualan online beberapa
tahun terakhir, Ibu Debby membagi sarannya untuk para penjual buku, bahwa toko
buku online akan timpang tanpa toko buku offline, dan sebaliknya. Pada
hakikatnya, sebuah bisnis harus terus mengikuti perkembangan dan pasar. Bagaimana nasib buku-buku cetak yang mesti berdesakan, berbagi tempat dengan
e-book, apakah juga menjadi ancaman bisnis toko buku offline? Buku cetak masih akan terus dicari, dibuktikan dengan semakin banyaknya
toko buku offline yang bermunculan. Dengan optimisme yang sama, penulis dan
penerbit baru bertambah dalam jumlah yang tak disangka-sangka banyaknya.
Lantas, mengapa harga buku terus menjadi mahal? Nyatanya
setiap tahun harga buku selalu naik sekitar 10 hingga 20 persen. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kenaikan harga bahan bakar, sehingga ongkos ekspedisi dan
otomatis harga buku pun menjadi meningkat. Mengapa harga buku juga
bisa jatuh? Hal itu terjadi pada buku-buku yang diobral oleh penerbit, maupun
buku-buku yang berada di gudang toko buku. Diskon biasanya mencapai 50 persen.
Untuk buku-buku dengan permintaan yang banyak, penerbit akan melakukan cetak
ulang. Harga buku-buku lokal dipengaruhi oleh bahan baku dan percetakan.
Sedangkan untuk harga buku impor yang mahal, jelas dikarenakan adanya pajak
untuk buku-buku fiksi. Sedangkan buku-buku non fiksi tersubsidi dengan tidak
dibebankannya pajak.
Mengakhiri sesi bincang sore itu, Ibu Debby berharap akan semakin banyak orang yang mencintai toko buku, berujung dengan cinta kepada buku dan mengajak orang lain untuk rajin membaca.
Kecintaan dan idealisme Johan Budi Sava untuk meningkatkan minat baca masyarakat melalui toko buku terwujud bahkan mengepak lebar hingga saat ini. Tertarik mencoba juga?
Kecintaan dan idealisme Johan Budi Sava untuk meningkatkan minat baca masyarakat melalui toko buku terwujud bahkan mengepak lebar hingga saat ini. Tertarik mencoba juga?
Dapat banyak pengetahuan baru tentang toko buku dari tulisan ini. :)
ReplyDeleteNice post!
Senang bisa bermanfaat! :)
Delete