Pages

Sunday, June 7, 2015

The Joy of Music

Melihat Jessica Sudarta bermain bersama guru-gurunya sudah saya lakukan beberapa kali. Bagaimana ketika ia mesti bermain dengan muridnya?

23 Mei 2015 lalu, saya diundang Tante Yenny Sudarta untuk hadir di acara penampilan musikal siswa-siswi sekolah musik dan sekolah tari. Usia penampil beragam mulai anak-anak hingga remaja. Karena ada sedikit kejadian yang tidak diharapkan, saya dan kedua partner nonton saya mesti lapang dada untuk sedikit terlambat mengikuti program acara. Sesuai dengan konsepnya yang fun dan anak-anak, tak ada penampilan 'berat' sore itu. Pilihan-pilihan lagu pun disesuaikan dengan keceriaan dan kegembiraan khas dunia anak-anak. Terhitung dua puluh empat lagu yang dibawakan oleh para pemain. Tak heran, waktu konser ini juga lebih panjang dari konser biasanya. Lagu yang dibawakan kebanyakan sangat akrab di telinga anak-anak, seperti Soundtrack Doraemon dan Disney. Meski begitu juga ditampilkan komposisi pop barat, Mandarin dan lagu Indonesia.

Selayaknya pentas seni, ditampilkan drama musikal, permainan instrumen musik personal maupun kelompok, tarian, dan lain sebagainya. Kami cukup dibuat geli dan gemas dengan penampilan dari anak-anak yang menari dengan berbagai kostum lucu, atau ansamble biola dengan salah satu pesertanya yang sangat mungil. Panggung besar menampilkan ansamble gesek di bagian ujung kiri, diikuti Jessica Sudarta bersama harpanya. Bagian tengah dikosongkan untuk ruang tampil, di bagian kiri berdiri Grand piano hitam, keyboard dan drum. Yang membuat tampilan semakin menarik adalah layar LCD besar yang menjadi background panggung. Layar tersebut seringkali menampilkan animasi-animasi seperti Aladdin, Mickey Mouse, dan Mulan ketika soundtrack dimainkan.

Penampilan dari anak-anak ini memang nyaris selalu kolektif. Entah ansamble piano, biola dan mini orchestra, saksofon bersama harpa, dan lain sebagainya. Di balik kelucuan dan cerianya anak-anak awal usia yang menari, terselip beberapa penampilan menarik dari Jessica Sudarta dan murid Harpanya, Ferren. Meski terlihat belum sematang Jessica dari sisi keyakinan dan kepercayaan diri, namun Ferren tampil cukup baik. Belakangan saya mendapat informasi bahwa ia menginjak tahun pertama berguru pada Jessica. Edelweiss sukses membawa saya ke masa kecil dimana saya cukup sering memainkan dan menyayikan lagu itu. A Whole New World kembali membawa angan pada konser debut Jessica. Meski tak se-grande sebelumnya, namun saya tetap menikmati melodinya sebagai lagu kesukaan.
   
Di akhir pertunjukan, anak-anak yang telah tampil diminta untuk memberikan hadiah dan berkenalan dengan teman-teman baru mereka dari sebuah yayasan. Seakan ingin menyampaikan bahwa bermusik adalah masalah melatih kepekaan, juga kepekaan sosial.

Mengatur begitu banyak anak dalam satu acara, bahkan seringkali mesti berkolaborasi, saya mesti angkat topi pada guru dan pengatur acara. Meski sempat beberapa kali terjadi 'kecelakaan kecil' di bidang teknis, namun secara umum, acara tersebut cukup menghibur. Pertunjukan ini seakan mengingatkan bahwa musik memang semestinya dimainkan bebas, riang gembira, tak peduli siapa yang mendengar dan bagaimana komentar yang akan didapatkan. Saya 'ditampar' kembali tentang esensi kegembiraan bermusik.

No comments:

Post a Comment